Barabajabekasi News - Bekasi
Dugaan gratifikasi yang dialami Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Soleman dinilai tidak terdapat unsur pidana, melainkan hubungan perdata yaitu jual beli mobil. Sayangnya, hubungan ini menjadi kental akan nuansa politik, dikarenakan dirinya merupakan Tim Inti Strategi dan Pemenangan Pasangan Bupati nomor urut 03.
Kuasa hukum Soleman, Siswadi, S.H. MH. mengatakan, dalam perkara yang dialami kliennya sebenarnya tidak melihat adanya unsur pidana.
Menurut dia, peristiwa hukum yang disangkakan oleh jaksa terhadap klien sebenarnya hubungan perdata biasa, yaitu jual beli mobil.
“Dapat kami jelaskan bahwa klien saya membeli sebuah mobil melalui orang bernama R dengan cara membayar secara bertahap sebanyak 2 (dua) kali pembayaran dan berdasarkan bukti yang disampaikan klien kami kepada penyidik juga telah membayar lunas pembelian mobil yang dimaksud. Kemudian saat ini klien kami dijadikan tersangka terkait peristiwa tersebut dengan sangkaan gratifikasi, tentu ini sangat aneh dalam nalar hukum yang kami pahami,” terangnya kepada awak media, rabu ( 30/10/2024)
Selain itu, menurut Siswadi, perkara ini nuansa politiknya sangat kuat, karena faktanya kliennya ditetapkan sebagai tersangka 28 hari jelang pilkada.
Soleman, kata dia, adalah Tim pemenangan pasangan calon kepala daerah yang terdaftar pada KPU. Dengan demikian, kliennya adalah peserta pemilu kepala daerah.
Padahal, menurut Siswandi Kejaksaan Agung mengeluarkan memorandum terkait dengan penundaan pemeriksaan pidana terhadap peserta pemilu dan pemilukada, untuk menghindari black champaign serta menjaga proses demokrasi berjalan baik.
“Klien kami adalah Target Operasi (TO) pihak tertentu untuk menghancurkan kekuatan politik 03 menjelang Pilkada Kabupaten Bekasi 2024,” ucapnya.
Dirinya juga menjelaskan bahwa Soleman, merupakan Ketua DPC PDIP Kabupaten Bekasi dan Wakil Ketua DPRD terpilih Kabupaten Bekasi periode 2024-2029, sekaligus Tim Inti Strategi dan Pemenangan Pasangan Bupati nomor urut 03 ini, seakan-akan harus ditahan dan dilumpuhkan, dengan tujuan Moral Pendukung harus dijatuhkan, dan 03 harus kalah.
“Sepenggal kalimat di atas adalah analisis moral yang masuk akal mengingat pemeriksaan dan penahanan yang bersangkutan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Bekasi (seksi pidana khusus) di saat masa pilkada kabupaten Bekasi 2024 sedang berlangsung,” terangnya.
Masih kata Siswadi, pemeriksaan dan penahanan yang dilakukan oleh Kejari Kabupaten Bekasi kepada Soleman dinilai kurang tepat, diduga sarat dengan kepentingan muatan politik.
“Ada dugaan sebagai pesanan pihak tertentu yang memliki power kekuasaan yang besar, sehingga Soleman sebagai ‘Target Operasi’ harus dilumpuhkan. Atau jangan-jangan merupakan Operasi Senyap Penggembosan secara terstruktur,” ucapnya.
Untuk diketahui, sesuai Instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam mendukung dan menyukseskan penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024.
Instruksi tersebut menjadi pedoman bagi semua pegawai kejaksaan dalam bersikap dan bertindak pada Pemilu 2024 sekaligus sebagai antisipasi agar kejaksaan tidak terseret dalam kepentingan politik praktis.
Siswandi juga mengatakan, Jaksa Agung juga menginstruksikan penundaan proses hukum kepada mereka yang tengah berkontestasi.
“Siapa yang berkontestasi ? Tentu tidak hanya pasangan calon, tetapi tim inti strategi paslon juga berkontestasi,” ucapnya.
“Anggaplah apa yang dilakukan oleh Soleman (diduga) menyalahi hukum terkait gratifikasi kepada penyelenggara aparatur negara, dan tentu masih harus dibuktikan di Pengadilan. Tapi mengapa prosesnya pemeriksaan dan penangkapan dilakukan sangat cepat dan mendadak di saat proses resmi pilkada berlangsung,” imbuhnya.
Mengingat bahwa Soleman adalah tim inti pemenangan paslon 03, kata Siswandi, bukankah bisa dilakukan penundaan pemeriksaan dan penahanan setelah proses penghitungan Pilkada selesai.
“Apa urgensinya bagi Kejaksaan Negeri memaksakan itu semua? Toh Soleman tidak kemana-mana dan selalu koperatif pada pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya,” ungkapnya.
Menurut dia, sikap ambigu dan tidak fair terlihat pada Kejaksaan Negeri Bekasi, yang pada kasus hukum Soleman tersebut diduga juga melibatkan pihak lain.
“Bisa saja melibatkan oknum anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang lain atau oknum partai politik pengusung yang lain. Tetapi mengapa tidak dilakukan langkah hukum yang sama, pemeriksaan dan penahanan- yang sama kepada yang lain,” katanya.
Dirinya juga menjelaskan tentang kutipan berita terkait pernyataan Kejaksaan Negeri Bekasi.
Keterkaitan keterlibatan oknum anggota DPRD sebagai penerima dalam kasus ini, dikatakan Siswandi, Kejari Kabupaten Bekasi masih menunda proses pemeriksaan, menyusul adanya Instruksi Jaksa Agung (INSJA) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024.
Instruksi tersebut menjadi pedoman bagi semua pegawai kejaksaan dalam bersikap dan bertindak pada Pemilu 2024 sekaligus sebagai antisipasi agar kejaksaan tidak terseret dalam kepentingan politik praktis.
Siswandi juga mengatakan, Jaksa Agung juga menginstruksikan penundaan proses hukum kepada mereka yang tengah berkontestasi.
“Siapa yang berkontestasi ? Tentu tidak hanya pasangan calon, tetapi tim inti strategi paslon juga berkontestasi,” ucapnya.
“Anggaplah apa yang dilakukan oleh Soleman (diduga) menyalahi hukum terkait gratifikasi kepada penyelenggara aparatur negara, dan tentu masih harus dibuktikan di Pengadilan. Tapi mengapa prosesnya pemeriksaan dan penahanan setelah proses penghitungan Pilkada selesai.
“Apa urgensinya bagi Kejaksaan Negeri memaksakan itu semua? Toh Soleman tidak kemana-mana dan selalu koperatif pada pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya,” ungkapnya.
Menurut dia, sikap ambigu dan tidak fair terlihat pada Kejaksaan Negeri Bekasi, yang pada kasus hukum Soleman tersebut diduga juga melibatkan pihak lain.
“Bisa saja melibatkan oknum anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang lain atau oknum partai politik pengusung yang lain. Tetapi mengapa tidak dilakukan langkah hukum yang sama, pemeriksaan dan penahanan- yang sama kepada yang lain,” katanya.
Dirinya juga menjelaskan tentang kutipan berita terkait pernyataan Kejaksaan Negeri Bekasi.
Keterkaitan keterlibatan oknum anggota DPRD sebagai penerima dalam kasus ini, dikatakan Siswandi, Kejari Kabupaten Bekasi masih menunda proses pemeriksaan, menyusul adanya Instruksi Jaksa Agung (INSJA) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Tahun 2024.
“Kalau mengenai tindaklanjutnya ke seseorang yang diduga penerimanya belum ada. Karena sampai saat ini kami tetap merujuk kepada Instruksi Jaksa Agung bahwa penundaan penanganan ini sampai seluruh proses tahapan Pemilu selesai. Karena kalau merujuk kepada Peraturan KPU, tahapan terakhir itu di tanggal 20 Oktober 2024,” terangnya.
“Apalagi ada pesanan politik demi menjatuhkan suara pasangan calon tertentu sehingga ‘Target Operasi Pesanan’ harus dijalankan,” tandasnya.

Komentar